BLANTERORBITv102

    Influencer Sebagai Sumber Observasi Sosial Konsumen: Kajian Kualitatif Pada Generasi Z

    Selasa, 01 Juli 2025
    ilustrasi
    Sahara Herlinawati, Afifah Niswatu Faizah, Anggraini Fathiah N, Alvin EryandraFakultas
    Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA 

    Media sosial kini menjadi saluran utama dalam membentuk identitas dan perilaku konsumsi, terutama di kalangan Generasi Z. Salah satu faktor dominan dalam pola konsumsi mereka adalah peran influencer, yang dinilai lebih autentik dan kredibel dibandingkan iklan tradisional (Fitria & Nugroho, 2023). Fenomena ini sesuai dengan Social Learning Theory (Bandura), dimana individu belajar melalui observasi terhadap figur yang dianggap relevan. Sebagaimana ditunjukkan dalam temuan Yuliani & Pratama (2022), bahwa 80% responden Generasi Z pernah membeli produk karena pengaruh konten influencer. Keaslian dan gaya komunikasi influencer bahkan lebih berpengaruh daripada testimoni konsumen biasa (Putri & Rakhmani, 2022). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali secara mendalam bagaimana influencer berperan sebagai sumber observasi sosial dalam membentuk keputusan konsumsi Generasi Z.

    Influencer merupakan seseorang yang memiliki jumlah followers (pengikut) dengan jumlah besar dan memiliki pengaruh kuat terhadap pengikutnya seperti selebgram, public figure, youtuber, dan lainnya (Tokopedia. 2019) dalam (Arini Hanindharputri & Angga Maha Putra, 2019). Menurut (Casaló et al., 2020) menekankan bahwa kredibilitas influencer yang mencakup keahlian, daya tarik, dan kepercayaan menjadi penentu utama efektivitas pesan mereka dalam mempengaruhi keputusan pembelian pengikutnya.

    Teori Observasi Sosial (Social Learning Theor
    Teori Observasi Sosial dikembangkan oleh Albert Bandura dan menjadi landasan utama dalam memahami bagaimana individu belajar melalui interaksi sosial. Menurut (Bandura, 1977), pembelajaran sosial terjadi melalui empat proses utama: atensi (perhatian), retensi (ingatan), reproduksi (pengulangan), dan motivasi. Dalam konteks media sosial, influencer menjadi model yang sangat mudah diamati dan ditiru, terutama karena sifat kontennya yang visual, emosional, dan konsisten.

    Generasi Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, dan dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh besar dengan akses konstan terhadap internet dan teknologi digital. Menurut (Pratama & Dewi, 2022), Generasi Z sangat aktif di media sosial dan sering meniru gaya hidup influencer yang mereka anggap relevan dengan identitas diri mereka.

    Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk memahami secara mendalam pengalaman Generasi Z dalam mengamati dan meniru perilaku konsumtif dari influencer di media sosial. Kriteria responden dalam penelitian ini: berusia 18–25 tahun, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, aktif menggunakan media sosial (Instagram, TikTok, YouTube), mengikuti minimal satu akun influencer, serta memiliki pengalaman membeli atau mempertimbangkan membeli produk berdasarkan konten influencer. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, menggunakan pedoman semi-terstruktur.

    Berdasarkan wawancara terhadap empat partisipan ditemukan bahwa, semua partisipan menunjukkan bahwa mereka memberikan atensi untuk mengikuti influencer karena kekhasan konten yang ditampilkan. Daya tarik visual, gaya bicara yang komunikatif, serta konsistensi dalam penyampaian menjadi pemicu utama munculnya perhatian terhadap influencer. Misalnya, partisipan A menyatakan, “Aku suka banget sama cara dia ngomong dan aesthetic kontennya,” sedangkan partisipan D mengingat influencer yang selalu melakukan fit check di tempat yang sama sehingga mudah diingat.

    Kemudian, retensi muncul ketika konten influencer dianggap relevan, informatif, dan mudah diingat. Partisipan C misalnya, masih mengingat dengan jelas konten review cushion dari Tasya Farasya karena viralitas dan gaya penyampaian yang unik. Partisipan B menyimpan konten tentang etika makan karena dirasa bermanfaat dan jarang ditemukan dalam pendidikan formal. Kecenderungan menyimpan konten melalui fitur “save” di TikTok atau menambahkan produk ke wishlist menjadi bentuk nyata dari proses retensi.

    Pada proses reproduksi (peniruan) semua partisipan mengakui pernah membeli produk karena melihat influencer menggunakannya. Salah satu informan mengatakan, “Aku pernah beli jeans karena berat badannya sama kayak aku, jadi yakin pasti cocok.”

    Selain itu, motivasi untuk meniru influencer tidak semata karena faktor eksternal seperti diskon atau promo, tetapi juga berasal dari dorongan internal seperti ingin tampil percaya diri dan merasa mirip dengan influencer yang diikuti. Partisipan D, mengungkapkan ia merasa lebih percaya diri setelah meniru influencer yang bentuk tubuhnya mirip.

    Keterkaitan antara persepsi kemiripan dan peningkatan harga diri ini memperkuat argumen Bandura bahwa motivasi dalam observasi sosial dapat timbul dari imbalan internal seperti self-enhancement.

    Generasi Z menunjukkan perhatian tinggi terhadap influencer yang memiliki daya tarik visual, gaya komunikasi yang ringan dan relatable, serta personal branding yang konsisten. Informasi yang diberikan influencer cenderung diingat karena disampaikan secara naratif, visual, dan menunjukkan keaslian pengalaman. Proses peniruan perilaku konsumsi terjadi karena adanya persepsi bahwa rekomendasi tersebut relevan dan dapat dipercaya. Motivasi untuk meniru muncul dari perpaduan antara dorongan internal dan eksternal. Temuan ini memperkuat pemahaman bahwa influencer bukan sekadar figur hiburan, tetapi merupakan aktor penting dalam proses pembelajaran sosial digital di kalangan konsumen muda.

    Referensi
    Arini Hanindharputri, M., & Angga Maha Putra, I. K. (2019). The Role of Influencer in Strategies to Increase Promotion of a Brand. Sandyakala : Prosiding Seminar Nasional Seni, Kriya, Dan Desain, 1, 335–343. https://eproceeding.isibali.ac.id/index.php/sandyakala/article/view/73

    Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

    Fitria, N., & Nugroho, A. (2023). Pengaruh Influencer Media Sosial Terhadap Perilaku Konsumtif Generasi Z. Jurnal Komunikasi Dan Media Sosial, 5(1), 12–24.

    Pratama, A., & Dewi, R. S. (2022). Persepsi Generasi Z terhadap Influencer sebagai Role Model dalam Konsumsi Produk Lifestyle. Jurnal Komunikasi Digital, 3(2), 75–88.

    Putri, R., & Rakhmani, V. (2022). Keaslian Konten Dan Kredibilitas Influencer Sebagai Prediktor Minat Beli Produk Fashion. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(2), 67–79. https://doi.org/10.14710/interaksi.15.2.2022.67-79

    Yuliani, R., & Pratama, D. (2022). Strategi Influencer Dalam Membentuk Persepsi Konsumen di Media Sosial Instagram. Jurnal Komunikasi UIN Jakarta, 10(2), 85–97. https://doi.org/10.15408/komunika.v10i2.23542

    Author

    Admin