Penadigital.id - Keberadaan dunia digital bagi manusia tidak dapat dihindari, dan manusia harus mampu beradaptasi dengan kecepatan dan perubahan yang terjadi di dalamnya, bukannya berusaha menghentikannya. Oleh karena itu, diperlukan kecerdasan dan kemampuan untuk dapat hidup dan berinteraksi dengan dunia digital ini.
Ismail Fahmi, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, mengusulkan agar dibuat sebuah kurikulum kecerdasan digital yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Ismail Fahmi pada acara "Aisyiyah Update #3" secara online pada tanggal 5 Mei.
Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, yang didirikan oleh seorang pendiri, menyatakan bahwa ada tiga tingkat kecerdasan digital di dunia digital, yaitu kewarganegaraan digital, kreativitas digital, dan daya saing digital. Untuk menciptakan individu dengan jenis kecerdasan tersebut, penting untuk memulainya dari lembaga pendidikan yang tersedia.
Ismail Fahmi menyatakan bahwa meskipun kurikulum kecerdasan digital sudah tersedia, tetapi masih memerlukan penyesuaian dengan kondisi dan situasi lembaga pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, Ismail mendorong majelis pendidikan di Muhammadiyah 'Aisyiyah untuk memimpin inisiatif untuk memperkenalkan kurikulum kecerdasan digital ini ke sekolah-sekolah yang dimilikinya.
“Kalau materi ini sudah siap, sekolah-sekolah kita ‘Aisyiyah Muhammadiyah dari Bustanul Athfal bisa menjadi bahan yang elok bagi kita secara real menyiapkan anak-anak dengan materi digital citizenship kurikulum yang pas.” Ungkap Ismail.
Menurut Ismail Fahmi, untuk menciptakan masyarakat digital yang cerdas dan dapat melawan disinformasi, pendidikan tentang literasi digital harus dimulai sejak usia dini hingga dewasa. Ismail percaya bahwa untuk melawan disinformasi, teknologi bukanlah faktor utama, melainkan pendidikan literasi digital yang memadai bagi masyarakat yang akan memainkan peran utama dalam upaya tersebut.
“Untuk membangun masyarakat digital yang cerdas dalam melawan disinformasi, bukan teknologi yang menjadi pemeran utama, tetapi pendidikan literasi digital sejak dini hingga SD, SMP, SMA paling tidak itu dan melibatkan guru hingga orang tua,” tegas Ismail.
Firly Annisa, seorang peneliti dari Lembaga Penelitian dan Pengembangan 'Aisyiyah (LPPA) PP 'Aisyiyah, mengatakan bahwa dunia digital memiliki potensi yang besar namun juga banyak tantangan yang harus dihadapi.
Ditambahkan oleh Firly Annisa bahwa dengan karakteristik media digital yang sangat cepat, seperti remediasi yang dapat menyebabkan kehilangan konteks pesan atau sumber pesan asli, serta hypermediacy yang memungkinkan kita mengakses berbagai sumber informasi dalam satu perangkat, tantangan di dunia digital semakin kompleks.
Karenanya, Firly Annisa menyatakan bahwa kesadaran menjadi warga negara digital harus diperkuat dengan kemampuan literasi digital yang memadai.
“Digital literasi berkaitan dengan mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat informasi digital tetapi jangan lupa kemampuan daya kritis kita juga akan ditentukan oleh menyikapi informasi dalam platform media yang kita gunakan.” Ungkap Annisa.
(Umar Syaid/dyl)
0 comments