Kondisi Pendidikan Tinggi di Indonesia
Pada bagian ini akan
dijelaskan beberapa data terkini terkait kondisi Pendidikan tinggi di
Indonesia. Hal pertama yang akan kita coba bahas ialah terkait dengan kualitas
dosen. Berdasarkan data per tahun 2021, jumlah dosen yang memiliki kualifikasi
Doktor (S3) hanya berkisar 18,48% sedangkan sisanya yaitu sebesar 81,56% masih
berkualifikasi magister. Kondisi ini paling timpang terjadi pada dosen di
perguruan tinggi swasta, dimana dosen yang berkualifikasi doktor masih dibawah
15%.
Kondisi kedua ialah
terkait dengan jumlah publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh peneliti asal
Indonesia. Berdasarkan data Scimago Journal & Country Rank tahun 2022,
jumlah publikasi ilmiah asal Indonesia pada jurnal terindeks Scopus sebanyak
43.300 dokumen. Jumalh ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-25 dari 243
negara. Jumlah publikasi ilmiah ini turun 16,9% jika dibandingkan dengan tahun
2021 yang mencapai 52.079 dokumen. Lima besar negara yang menghasilkan
publikasi ilmiah ialah China (lebih dari 1 juta dokumen), Amerika Serikat
(lebih dari 697 ribu dokumen), India (lebih 273 ribu dokumen), Inggris (lebih
dari 234 ribu dokumen), dan Jerman (lebih dari 200 ribu dokumen). Apabila kita
lihat kondisi lebih detail di dalam negeri, lima besar institusi yang
menghasilkan publikasi pada jurnal terindeks Scopus berdasarkan data di Sinta
ialah Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut
Teknologi Bandung (ITB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan
Universitas Airlangga.
Kondisi ketiga ialah
sampai saat ini belum ada perguruan tinggi dari Indonesia yang masuk dalam Top
100 pemeringkatan QS WUR. Berdasarkan data QS WUR tahun 2023, hanya 5 perguruan
tinggi asal Indonesia yang mampu masuk dalam Top 500 QS WUR. Adapun peringkat
perguruan tinggi asal Indonesia ialah Universitas Indonesia (peringkat 237),
Universitas Gadjah Mada (peringkat 263), Institut Teknologi Bandung (peringkat
281), Universitas Airlangga (peringkat 345), dan Institut Pertanian Bogor
(peringkat 489).
Pada tahun 2024 terdapat
sedikit penambahan indikator yaitu jaringan riset internasional (international
research network), luaran pekerjaan (employment outcomes)¸ dan
keberlanjutan (sutainability). Ketiga indikator baru tersebut diberi
bobot 5%. Kemudian terdapat tiga indikator yang mengalami perubahan bobot,
seperti reputasi akademik (academic reputation) semula 40% saat ini
menjadi 30%, reputasi Perusahaan tempat bekerja alumni (employer reputation)
semula 10% saat ini menjadi 15%, dan rasio dosen mahasiswa (faculty student
ratio) semula 20% saat ini menjadi 10%. Sedangkan tiga indikator lainnya
tidak mengalami perubahan bobot yaitu tingkat kutipan dosen (citation per
faculty) tetap 20%, rasio dosen internasional (international faculty
ratio) tetap 5%, dan rasio mahasiswa asing (international student ratio)
tetap di angka 5%.
Tantangan yang Dihadapi
Selanjutnya kita akan membahas tantangan apa saja yang
dihadapi oleh perguruan tinggi di Indonesia untuk mengejar World Class
University. Tantangan pertama yang dihadapi ialah terkait dengan kualitas
sumber daya manusia, serta sebarannya yang kurang merata. Sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa persentase dosen yang sudah memenuhi
kualifikasi doktor masih sangat timpang antara perguruan tinggi negeri dengan
perguruan tinggi yang dikelola oleh swasta. Salah satu kendala yang muncul
terkait dengan peningkatan kualifikasi dosen ialah ketersediaan beasiswa studi
lanjut yang tidak seimbang dengan jumlah dosen di Indonesia.
Tantangan berikutnya ialah terkait dengan kuantitas dan
kualitas riset serta publikasi ilmiah, terutama publikasi internasional. Padahal
publikasi internasional merupakan salah satu kunci untuk mendapatkan pengakuan
sebagai world class university. Salah satu penyebab masih minimnya riset
dan publikasi adalah paradigma para dosen yang masih menganggap bahwa profesi
dosen hanya fokus mengajar, sehingga waktunya dihabiskan hanya untuk mengajar
kemana-mana. Bahkan sampai muncul anekdot di beberapa perguruan tinggi bahwa
jangankan berpikir kualitas riset, masih ada dosen yang mau melakukan riset
saja itu sudah bagus. Padahal publikasi yang berkualitas dihasilkan oleh riset
yang berkualitas.
Tantangan ketiga ialah terkait infrastruktur dan
teknologi. Salah satu prasyarat agar perguruan tinggi dapat bersaing di Tingkat
global ialah harus memiliki fasilitas terkini dan teknologi yang canggih. Fasilitas
laboratorium yang dimiliki harus menggunakan teknologi terkini agar hasil riset
yang dihasilkan semakin akurat. Kemudian perguruan tinggi harus mampu melanggan
berbagai database baik sifatnya data maupun jurnal internasional. Selain itu,
aksesibilitas dan lingkungan kampus harus nyaman agar dapat meningkatkan daya
tarik kampus bagi mahasiswa dan peneliti.
Tantangan keempat ialah terkait dengan keuangan dan
investasi. Meningkatkan kualitas Pendidikan dan penelitian memerlukan investasi
keuangan yang besar. Keterbatasan anggaran menjadi hambatan bagi sebagian besar
perguruan tinggi di Indonesia. Keterbatasan anggaran ini menjadi salah satu
pertimbangan pemerintah mendorong lebih banyaknya alih status perguruan tinggi
negeri menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum. Hal ini menjadikan
perguruan tinggi dapat lebih fleksibel dalam mengelola keuangannya.
Tantangan selanjutnya ialah kurangnya keragaman
internasional pada lingkungan kampus, baik dari sisi tenaga pengajar dan
mahasiswa asing. Perguruan tinggi perlu menciptakan lingkungan yang
multicultural dan mendukung kolaborasi internasional untuk meningkatkan
perspektif mahasiswa dan staf. Namun untuk mendatangkan tenaga pengajar (dosen)
dari internasional membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini tentu
sekali lagi menjadi kendala bagi sebagian perguruan tinggi di Indonesia.
Strategi Akselerasi
Lalu dari tantangan yang
telah dijelaskan tersebut, berikutnya kita akan bahas strategi yang dapat
dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi perguruan tinggi di Indonesia dapat
mencapai perguruan tinggi kelas dunia. Strategi pertama, ialah melakukan proses
rekrutment dosen yang berkualitas internasional dan mendorong insentif serta
kondisi kerja yang mendukung. Pemerintah dapat memberikan subsidi khusus agar
perguruan tinggi dapat mengontrak beberapa dosen dari internasional untuk mau
mengajar dan riset di perguruan tinggi di Indonesia.
Strategi kedua ialah
meningkatkan alokasi jumlah beasiswa bagi para dosen untuk melanjutkan studi
doktornya. LPDP dapat menghentikan sementara waktu beasiswa bagi para fresh
graduate dan fokus untuk menambah alokasi beasiswa bagi para dosen baik
dalam maupun luar negeri. Selain itu, beberapa program lainnya seperti
short-course dan mobility program dapat ditambahkan alokasinya, terutama bagi
para dosen dari kawasan timur Indonesia dan perguruan tinggi swasta.
Strategi ketiga ialah
perguruan tinggi perlu meningkatkan infrastruktur kampus. Hal ini dapat
dilakukan dengan menginvestasikan dana untuk membangun dan meningkatkan
fasilitas kampus, termasuk laboratorium, perpustakaan, dan sarana olahraga.
Selain itu, perguruan tinggi perlu menyediakan akses ke teknologi terkini untuk
mendukung pembelajran dan penelitian. Perguruan tinggi harus kreatif dalam
mencari sumber pendanaan baik dari unit bisnis yang dimiliki maupun kolaborasi
dengan dunia industri.
Strategi berikutnya ialah
rekrutmen mahasiswa dari berbagai negara untuk menciptakan lingkungan belajar
yang multikultural. Pemerintah perlu mendukung pendanaan bagi para perguruan
tinggi untuk menyediakan beasiswa kompetitif untuk menarik mahasiswa berprestasi
dan berpotensi dari seluruh dunia.
Selanjutnya ialah
mendukung inisiatif penelitian yang berkualitas tinggi dan berdampak positif
pada masyarakat global. Riset yang berkualitas dapat diukur dengan jumlah
kutipan, semakin banyak artikel yang dihasilkan dikutip oleh peneliti lain
terutama peneliti internasional menunjukkan semakin berkualitas riset yang
dihasilkan. Kemudian, sebagaimana yang diinginkan oleh Presiden ialah riset
yang dihasilkan tidak berhenti hanya sampai publikasi di jurnal-jurnal
internasional dan nasional, tetapi riset terapan yang digunakan oleh
pemerintah, swasta, dan industri. Proses hilirisasi riset perlu menjadi salah
satu perhatian dari perguruan tinggi.
Strategi lainnya ialah
memasukkan pengembangan keterampilan lunak (soft skills), kepemimpinan,
dan etika dalam kurikulum untuk membentuk lulusan yang berdaya saing global.
Mahasiswa perlu didorong untuk berpartisipasi dalam proyek dan kompetisi
internasional sehingga dapat mengasah keterampilan praktis dan meningkatkan
reputasi universitas. Program seperti mobility program dan short-course
dapat menjadi salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas dari mahasiswa selain pengetahuan teknis yang didapat
pada saat perkuliahan.
Strategi terakhir ialah
terkait peningkatan manajemen universitas. Perguruan tinggi negeri badan hukum
tentu harus memiliki pola pikir yang berbeda. Perguruan tinggi harus
memperkenalkan sistem manajemen yang efisien dan transparan untuk mendukung
pengambilan Keputusan strategis. Dalam proses pemilihan pucuk pimpinan, proses
harus dilakukan secara transparan sehingga akan dipilih pimpinan perguruan
tinggi yang memiliki visi untuk mengembangkan perguruan tinggi. Politisasi
kampus harus dapat diminimalkan, karena tensi politik kampus yang terlalu
tinggi justru hanya akan menjadikan kampus jalan di tempat dan tidak dapat
melakukan inovasi.
Mewujudkan World-Class University di
Indonesia memerlukan komitmen yang kokoh, kerjasama antara berbagai pihak, dan
perubahan yang mendalam dalam pendekatan pendidikan dan penelitian. Peningkatan
kualitas pendidikan dan riset, bersama dengan investasi yang tepat, merupakan
langkah-langkah kunci untuk mengatasi tantangan tersebut. Melalui penerapan
strategi ini secara komprehensif, perguruan tinggi di Indonesia dapat
meningkatkan kualitas dan reputasi mereka secara global, mendekati status World-Class
University yang diidamkan. Semoga hal ini menjadi perhatian serius bagi pemimpin baru Indonesia.
0 comments